“Karena Tidak Ingin Ayah Terkena Api Neraka”

“Karena tidak ingin ayah terkena api neraka..”
Baca keras salah seorang kawan ketika membaca jawaban kuesioner seorang mahasiswi baru peserta masa orientasi. Kami yang lain langsung mendekat dan melihat langsung jawaban tersebut. Satu-satunya jawaban dari pertanyaan ‘Apa alasanmu memakai jilbab?’ yang sangat menarik perhatian diantara beratus jawaban mahasiswi baru lainnya. Satu-satunya jawaban yang membuat beberapa orang berucap lirih memuji kebesaran Rabbnya. Satu-satunya jawaban yang membuat mata beberapa orang berkaca-kaca..

[Mabit Astri, 2006]

Darinya, bisa diambil beberapa kemungkinan mengenai kondisi mahasiswi tersebut.
Pertama, ayahnya paham tentang tanggung jawabnya sebagai seorang qawwam, pemimpin, yang menanggung dosa karena kelalaian mendidik anak perempuannya lalu memahamkan anaknya mengenai hal tersebut.
Kedua, ayahnya belum paham tentang tanggung jawabnya sebagai seorang qawwam yang menanggung dosa karena kelalaian mendidik anak perempuannya tapi anaknya sendiri sudah paham sehingga atas kesadaran sendiri memakai hijab dan sangat mungkin melakukan ketaatan yang lain agar tidak menambah beban ayahnya di akhirat kelak.

Setiap pemimpin akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Seorang ayah, sebagai kepala keluarga, akan menanggung beban istrinya dan anaknya. Bukan beban dosa yang sama seperti yang ditanggung sang pendosa, tapi dosa pembiaran karena telah lalai memberi peringatan untuk tanggungannya. Sebuah beban dosa yang lain. Karena pada akhirnya dosa seseorang akan ditanggungnya sendirian.

Maka, kadang bisa dimengerti, ketika suatu hari di tengah kesunyian, bapak tiba-tiba berkata,
“Bapak gak minta apa-apa. Bapak cuma pengen anak-anak Bapak menjadi anak yang nurut. Itu saja, cukup…”
Beban beliau, berat kan…
maka, ringankan…
Jika kau benar-benar mencintai beliau..

Wallahu ta’ala a’lam..

4 comments on ““Karena Tidak Ingin Ayah Terkena Api Neraka”

Leave a reply to kang nur Cancel reply