“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah berpecah belah dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan. Dan bagi mereka itulah siksaan yang besar.”
Dalam ayat ini diberikan peringatan supaya dalam kalangan umat Muhammad jangan sampai timbul seperti yang pernah terjadi pada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang berpecah belah dan berselisih pendapat sesudah menerima keterangan. Ternyata, sesudah datang Al Qur’an dan Hadits, perpecahan timbul di kalangan umat, lebih hebat daripada zaman jahiliyah.
Apa penyebabnya?
Hawa nafsu dan pantang kedahuluan. Papa Hakeema menyebutnya, ego.
Inilah yang banyak menimbulkan perpecahan kaum agama. Pokok pendirian ditinggalkan karena kepentingan pribadi.
Padahal, dalam agama Islam sendiri perbedaan pikiran tidak menjadi penghambat. Masalah agama banyak yang bersifat ijtihadiyah, yaitu kesunguhan menyelidiki. Hasil penyelidikan tidak selalu sama, sebab jalan pikiran manusia dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Yang membawa perpecahan bukanlah tersebab perbedaan pikiran.
Masih ingat kisah sahabat-sahabat Rasulullah dalam perbedaan pikiran?
Ada terjadi 2 orang dalam perjalanan. Di tengah jalan, mereka kehabisan air wudlu, lalu keduanya bertayamum. Selesai sholat, keduanya meneruskan perjalanan. Belum berapa lama berjalan, mereka bertemu air. Yang seorang, berwudlu lalu mengulang sholatnya. Sampai akhirnya keduanya bertemu Rasulullah (sholawat dan salam untuk beliau). Tidak ada diantara keduanya yang disalahkan Rasulullah. Kepada yang mengulang sholat diberikan pujian, sebab mengulang sholat lebih menentramkan hatinya. Yang tidak mengulang sholat, dipuji pula, sebab dia telah mengerjakan sunnah dengan tepat.
Atau,
Kisah pasukan Rasulullah yang sedang menghadapi Yahudi Bani Quraizhah. Pesan Rasulullah, agar mereka segera sampai ke Bani Quraizhah dan sholat Asar ketika sampai di sana. Setelah berjalan secepat-cepatnya, malam hari baru sampai di Bani Quraizhah. Sahabat-sahabat yang patuh menjalankan perintah, sholat Asar di malam hari waktu Isya. Ada juga, beberapa sahabat yang mengartikan pesan Nabi agar lekas sampai di tempat. Mereka kemudian mengerjakan sholat Asar pada waktunya dan bergegas menyusul ke Bani Quraizhah. Keduanya, sama sekali tidak ada yang dicela Rasulullah, rasul pembawa rahmat seluruh alam..
Keduanya tidak ada yang salah.
Kenapa?
Sebab keduanya tanggung jawab diri sendiri di hadapan Allah dan Rasul, yang terkumpul di dalam sama-sama taat.
Maka, di dalam masalah ijtihadiyah itu, tidak ada halangan untuk bertasamuh, berlapang dada, memberi-menerima. Perpecahan dan perselisihan kita kurangi dengan jalan hormat-menghormati pendapat masing-masing.
Orang yang berkeras mempertahankan suatu masalah ijtihadiyah biasanya bukanlah orang yang luas pengetahuan, melainkan orang yang diikat oleh taqlid kepada suatu paham, atau berkeras mempertahankan pendirian yang sudah diputuskan oleh segolongan.
Di ujung ayat 105, Allah berfirman,
“Dan bagi mereka itulah siksaan yang besar.”
Siksaan yang teramat besar lah bagi orang-orang yang hanya berpecah belah dan berselisih. Siksaan di dunia, dan di akhirat.
Teriring doa, semoga Allah persatukan hati-hati kaum Muslimin, karenaNya..
Wa’alahu Ta’ala A’lam