[Mahar Al Azhar] Ali ‘Imraan: 105

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah berpecah belah dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan. Dan bagi mereka itulah siksaan yang besar.”

Dalam ayat ini diberikan peringatan supaya dalam kalangan umat Muhammad jangan sampai timbul seperti yang pernah terjadi pada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang berpecah belah dan berselisih pendapat sesudah menerima keterangan. Ternyata, sesudah datang Al Qur’an dan Hadits, perpecahan timbul di kalangan umat, lebih hebat daripada zaman jahiliyah.

Apa penyebabnya?
Hawa nafsu dan pantang kedahuluan. Papa Hakeema menyebutnya, ego.
Inilah yang banyak menimbulkan perpecahan kaum agama. Pokok pendirian ditinggalkan karena kepentingan pribadi.

Padahal, dalam agama Islam sendiri perbedaan pikiran tidak menjadi penghambat. Masalah agama banyak yang bersifat ijtihadiyah, yaitu kesunguhan menyelidiki. Hasil penyelidikan tidak selalu sama, sebab jalan pikiran manusia dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Yang membawa perpecahan bukanlah tersebab perbedaan pikiran.

Masih ingat kisah sahabat-sahabat Rasulullah dalam perbedaan pikiran?
Ada terjadi 2 orang dalam perjalanan. Di tengah jalan, mereka kehabisan air wudlu, lalu keduanya bertayamum. Selesai sholat, keduanya meneruskan perjalanan. Belum berapa lama berjalan, mereka bertemu air. Yang seorang, berwudlu lalu mengulang sholatnya. Sampai akhirnya keduanya bertemu Rasulullah (sholawat dan salam untuk beliau). Tidak ada diantara keduanya yang disalahkan Rasulullah. Kepada yang mengulang sholat diberikan pujian, sebab mengulang sholat lebih menentramkan hatinya. Yang tidak mengulang sholat, dipuji pula, sebab dia telah mengerjakan sunnah dengan tepat.
Atau,
Kisah pasukan Rasulullah yang sedang menghadapi Yahudi Bani Quraizhah. Pesan Rasulullah, agar mereka segera sampai ke Bani Quraizhah dan sholat Asar ketika sampai di sana. Setelah berjalan secepat-cepatnya, malam hari baru sampai di Bani Quraizhah. Sahabat-sahabat yang patuh menjalankan perintah, sholat Asar di malam hari waktu Isya. Ada juga, beberapa sahabat yang mengartikan pesan Nabi agar lekas sampai di tempat. Mereka kemudian mengerjakan sholat Asar pada waktunya dan bergegas menyusul ke Bani Quraizhah. Keduanya, sama sekali tidak ada yang dicela Rasulullah, rasul pembawa rahmat seluruh alam..

Keduanya tidak ada yang salah.
Kenapa?
Sebab keduanya tanggung jawab diri sendiri di hadapan Allah dan Rasul, yang terkumpul di dalam sama-sama taat.

Maka, di dalam masalah ijtihadiyah itu, tidak ada halangan untuk bertasamuh, berlapang dada, memberi-menerima. Perpecahan dan perselisihan kita kurangi dengan jalan hormat-menghormati pendapat masing-masing.

Orang yang berkeras mempertahankan suatu masalah ijtihadiyah biasanya bukanlah orang yang luas pengetahuan, melainkan orang yang diikat oleh taqlid kepada suatu paham, atau berkeras mempertahankan pendirian yang sudah diputuskan oleh segolongan.

Di ujung ayat 105, Allah berfirman,
“Dan bagi mereka itulah siksaan yang besar.”

Siksaan yang teramat besar lah bagi orang-orang yang hanya berpecah belah dan berselisih. Siksaan di dunia, dan di akhirat.

Teriring doa, semoga Allah persatukan hati-hati kaum Muslimin, karenaNya..

Wa’alahu Ta’ala A’lam

Di Balik Aliran Sungai Amu Darya

Pancuran Pitu

Aliran deras Sungai Amu Darya membelah keempat negara. Afghanistan, Tajikistan, Uzbekistan dan Turkmenistan. Seorang Afghan berjalan menyusuri pinggir sungai sambil menuntun kudanya. Terhenti ia sebentar. Menatap negeri seberang, Tajikistan, dengan penuh kekaguman. Tiang-tiang listrik yang membentang. Sebuah simbol modernitas bagi negerinya yang listrik pun jarang.

Hatinya seakan lirih berkata,

“Menyenangkan sekali sepertinya, disana..”

Tanpa pernah tahu bagaimana rasa kehidupan di negeri seberang sungai yang ia impikan.

Seorang pengangguran Tajik, di dalam rumahnya yang beraliran listrik dan masih dengan sentuhan kemiskinannya, menonton televisi yang menayangkan sejahteranya hidup orang-orang Turkmenistan.

Hatinya seakan lirih berkata,

“Menyenangkan sekali sepertinya, disana..”

Tanpa pernah tahu bagaimana rasa kehidupan di negeri seberang sungai yang ia impikan.

Seorang asing menjadi turis di negeri Turkmenistan. Dalam pandangannya, negeri itu secara artifisial, sejahtera. Iya..negeri itu makmur sejahtera. Semua gratis, ditanggung negara. Hanya satu yang tak gratis, kebebasan. Bahkan terkadang untuk berbicara pun harus saling ber “ssttt”. Pengingatan agar tak kelepasan ketika berbicara. Salah-salah, akan ada pasukan berseragam mendatangi.

Hingga pertanyaan pun tercetus di benak si turis,

“Mana yang lebih baik, kelaparan tapi mempunyai kebebasan atau makmur tapi tanpa kebebasan??”

Nestapa lagi kisah orang Tajik lainnya, yang memandang negeri seberangnya, Afghanistan, dengan pandangan cemburu, sambil berkata,

“Di Afghanistan sepertinya kehidupan jauh lebih baik daripada disini. Setidaknya disana orang-orang bisa bekerja. Tak seperti di Tajik yang sungguh sulitnya mendapatkan pekerjaan.”

Yang khatam membaca bukunya Agustinus Wibowo pasti paham fenomena ini..

Tak disini, tak disana. Polanya sama. Sawang sinawang, kalo orang Jawa bilang. Hidup ini hanyalah saling memandang dengan persepsi diri masing-masing, tentunya.

Padahal, tahukah, disana di negeri Asia Tengah sana, ada sebuah kota yang terkungkung gunung. Justru disanalah letak indahnya. Saat tak ada akses keluar, saat itulah mereka berpikir bahwa kehidupan mereka adalah surga dengan segala kepayahan hidup yang harus dihadapi.


Maka, tak usah lah mencari di tempat lain. Bangunlah sendiri surga itu, di sana, di dalam hatimu sendiri…
Karena sejatinya, pola kehidupan tiap manusia itu hampir sama. Pembeda terjadi pada penyikapan akan pola kehidupan yang sudah tersulam. Ingin melihat dari sisi belakang yang bersepah berantakan atau dari sisi depan yang rapi jali. Semua terserah kita, yang menjalaninya…

To Live in the Present Moment

Anak kecil ini mengajarkan lagi tentang satu hal yang semestinya manusia sadari dan lakukan. Ia tak mencari yang tak ada dan ia akan menyambut gembira setiap apapun yang datang. She always lives in present.

Ada masa ketika ia harus ditinggal, pun selama beberapa hari, dia tidaklah mencari. Ia bahagia dengan apa yang ia miliki saat itu. Pun, saat kita kembali. Ia sambut dengan ceria sepenuh hati. Bahagianya, tak perlu bergantung dari luar diri. Ia, tak mencari apa yang tak ada saat ini. Dan ia pun senang, akan apa pun yang datang.

TakdirNya, ia terima dengan penuh kesyukuran…

Yogya – Klaten – Graz

Tawakal

Ada banyak sekali rencana dalam pikiran. Dalam sehari, terkadang bisa sampai keteteran karena banyaknya target pekerjan dalam setiap peran.

Aku termenung perlahan, lalu menyadari satu hal.

Mungkin, karena kurang dalam bertawakal. Terlalu mementingkan logika kausalitas dalam perencanaan. Terlalu menyandarkan pada kapasitas diri.

Allah, seperti doa Rasulullah, jangan pernah engkau sandarkan aku pada diriku sendiri…

Allah Centered

Hari ini, diingatkan lagi olehNya.

Sebelum ke siapapun, berceritalah ke Allah, tentang semua keluh kesah, tentang semua kewalahan..

Bertanyalah padaNya, mana yang paling diridhoi Nya, ketika dihadapkan pada dua pilihan yang sama sama baiknya, yang sama sama untuk menunaikan amanah amanah dariNya. Biasakan bertanya, karena pasti, Ia akan segera tuntun ke arah jawabanNya..

Tadzkiyatun Nafs

Ini ditulis ketika sedang menunggu Mamas periksa gigi ke klinik dan Keema sedang berkeliling dengan yangtinya. Lately, sudah sangat jarang sekali bisa menulis di sini. Tempat otak bisa memilin sendiri, benang-benang sesuka hati.

Satu yang terus terngiang di kepala. Bahkan, sejak sebelum mempunyai anak pun, sudah sering membaca tentang parenting. Sekarang, ketika sudah mempunyai anak, hanya ingin coba mendorong sebentar semua teori parenting yang bertebaran di luar sana. Menilik lagi ke dalam hati, meyakinkan bahwa, teori hanyalah teori. Yang membuat dekat atau tidaknya seorang anak dengan Rabbnya adalah, Allah..

Selalu, ini adalah tentang Allah. Terbayangkan dulu di masa Nabi belum ada berkembang sebanyak teori seperti zaman ini. Tapi, anak anak itu, menjadi manusia manusia dengan ketaatan paling hebat. Semua kembali adalah kehendakNya…kehendakNya pun berlaku ketika Dia menyayangi dan mau memberi Rahmat karunia untuk hamba hamba kesayanganNya.

Bagaimana mereka bisa dicintaiNya? Karena tak lain tak bukan, hidup mereka pun dipersembahkan untuk Rabb mereka semata. Kesucian niat, kebersihan hati, kedekatan dengan Illahi Rabbi..

Mardhotillah

Mardhotillah…

Kata terakhir dalam pesan seorang kawan ketika mengabarkan rencana akan masa depan. Lalu aku terpekur sampai sekarang,

Apakah dalam setiap keputusan, benar ridlo Allah yang diinginkan??

Intention

Dan, aku melihat tak setiap pola yang tergeneralisir dapat cocok dipakai untuk setiap orang. Dalam pembuatan pola pun, ada probabilitas yang tak mungkin sempurna satu.

Pun, ada orang-orang berbejana bening yang Allah tampakkan. Dan adapula kekasih-kekasih yang Allah sembunyikan. Meski pada hati mereka sama ikhlas dan ridhonya. Tak peduli mereka akan ditempatkan dimana, asalkan hati mereka tetap terpaut padaNya.

Maka, pada apapun kondisi yang Ia berikan, Ia hanya meminta kita untuk tetap percaya pada ke Maha Sucian Nya. Yang tanpa cacat, sudah menyutradarai segala.

Maka, pada apapun kondisi yang Ia berikan, selalu jaga niatan hanya untukNya, saja…

Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin.. ❤